Autonesian.com – Pabrikan mobil asal Jepang, Toyota telah memulai fokus pada kendaraan sel berbahan bakar hibirda dan hidrogen sebagai landasan strategi hijau. Namun tidak berarti pihaknya sama sekali tidak menghadirkan kendaraan listrik sama sekali.
Kita ketahui, Toyota sebelumnya telah memperkenalkan crossover EV yang dibangung dengan bermitra Subaru dalam waktu dekat dan juga akan menghadirkan beberapa jajaran enam EV lainnya.
Seperti melansir halaman Caranddriver, Toyota dikabarkan akan menghadirkan sejumlah kendaraan EV di China terlebih dahulu. Selain itu juga sedang mengerjakan terobosan teknologi baterai terbaru yang diklaim dapat menempuh jarak jauh dari biasanya dan disebut baterai solid-state.
Melalui baterai dalam kondisi padat dan lebih cepat serta tahan lama tersebut yang terpasang pada mobil, diklaim akan dapat bergerak lebih jauh daripada yang bisa dengan paket baterai lithium-ion dengan energi yang sama.
Toyota sendiri sebelumnya telah menjadwalkan akan menunjukan prototipe baterai solid-state yang di ajang Olimpiade Tokyo 2020. Namun akibat pandemi Corona Virus, pihaknya kembali menjadwalkan ke tahun 2021 dan juga ingin berbagi seberapa jauh ia telah membangun baterai sendiri.
Keiji Kaita, wakil presiden eksekutif perusahaan powertrain Toyota, mengatakan perusahaan memiliki prototipe yang berfungsi. Namun, karena masalah keamanan dan daya tahan, ia belum memanfaatkan potensi sebenarnya dari baterai solid-state. Salah satu masalah terbesar dengan baterai solid-state adalah masa pakainya yang pendek: baterai cenderung gagal setelah diisi ulang berulang kali.
“Untuk mengatasi keterbatasan, kami melihat bagaimana kami dapat menyesuaikan anoda atau bahan lainnya. Kami berusaha untuk mengurangi kerugian yang ditemukan,” terang Kaita.
Pembuat mobil asal Jepang ini juga bersama mitranya Panasonic akan berfokus pada elektrolit berbasis sulfur yang dikatakan memungkinkan untuk transfer ion yang lebih efisien antara elektroda.
Namun, Toyota perlu memikirkan cara membuat elektrolit yang tidak akan berubah bentuk hanya dengan mengisi dan mengeluarkan baterai, yang menyebabkan kegagalan pengemasan.
Sementara pabrikan elektronik yang terkenal asal Korea, Samsung sedang mengerjakan masalah yang sama , tetapi alih-alih mengganti elektrolitnya. Pihaknya juga turut mengganti anoda lithium dengan komposit perak-karbon untuk mengurangi kerusakan elektrolit saat baterai sedang diisi.
Kaita mencatat bahwa terobosan Toyota di bidang ini mungkin berasal dari bahan baru atau desain baru. Jadi sulfur mungkin tidak berakhir menjadi solusi yang dicari Toyota dalam jangka panjang.
“karena sel-sel perlu diproduksi di lingkungan yang sangat kering, pembuat mobil saat ini memproduksi sel-sel di bilik-bilik kompak. Pekerja menjangkau untuk mengerjakan sel melalui sarung tangan karet yang disegel. Itu tidak cocok untuk manufaktur skala besar,” tambah Kaita.
Disisi lain, pihak Toyota juga menyatakan bahwa produksi terbatas akan berada dijalurnya pada tahun 2025. Selanjutnya baterai yang akan hadir mahal, namun pihaknya bersama Panasonic diklaim telah menemukan cara untuk memproduksi secara massal baterai solid-state untuk hibrida dan EV masa depan.
Hal tersebut juga akan menjadi sangat besar dalam melompati jauh dari semua elektronik yang bertenaga baterai, apalagi khususnya kendaraan yang sangat membutuhkan tenaga dari aliran listrik.